Kamu jaim deh..  nggak ah! Wah kok dibilang jaim ga mau sih? Emang jaim apaan ya?
Istilah jaim sering banget kita dengar bahkan menjadi istilah anak jaman sekarang untuk mengistilahkan bagi orang-orang yang muna’.. apaan lagi tuh? Itu tuh orang yang suka berpura-pura alias ga jujur ama diri sendiri en orang lain. Selalu hanya ingin terlihat baik, walopun harus ga jujur. Wah.. kok rada-rada negatif ya?? Pantesan banyak orang yang gak mau dibilang jaim alias jaga imej.
Tapi sebenarnya jaim itu harus koq.. Loh???  Yoi.. kalo jaim itu singkatan dari ‘jaga Iman’, gimana? Harus bahkan wajib tuh.. iya toh.. iya kan?? Ya iyalaah..  daripada menggunakan istilah dengan makna negatif , lebih baik kita menggunakannya dengan makna yang positif. Mari melatih diri untuk selalu berpikir & melihat segala hal diri dari sisi yang positif, ok?

Kenapa sih iman kudu dijaga?
Karena iman itu selalu berfluktuatif , keimanan manusia tidak selamanya bisa berjalan pada satu garis lurus. Ada kalanya keimanan itu naik tapi ada kalanya turun.
Padahal  iman adalah sumber kekuatan seorang Muslim. Kalau iman kuat maka seorang Muslim akan kuat. Sebaliknya jika iman lemah maka ia pun akan lemah. Karena itu menjaga iman adalah agenda harian seorang Muslim. Maka sudah seharusnya Seorang Muslim tidak melewatkan hari-harinya kecuali di sana ada aktifitas menjaga iman alias jaim. So.. Jaim? Harus itu! iman kudu or wajib dijaga agar tetap stabil.

Gimana sih cara menjaga iman kita agar tetap stabil?
Nah ini dia nih yang sulit.. coz menjaga iman itu gak mudah.. penuh perjuangan alias butuh mujahadah yang tinggi.. berarti orang yang melakukannya sama dengan berjihad donk ya? Hmm.. kudu semangat nih..
Kita simak yuk!

Pertama, Selalu Menyimak al-Qur’an
Al-Qur’an adalah penerang kegelapan bahkan obat bagi semua penyakit. Dengan menyimak bacaannya iman akan kuat dan selalu dalam keadaan fit. Dan inilah yang dilakukan oleh Rasulullah. Beliau menyimak al-Qur’an dan membacanya berulang kali, tatkala beliau sedang shalat malam.
Para shahabat beliau juga seperti itu. Mereka membaca, menyimak dan merenungkan bacaan al-Qur’an sampai mereka menangis tersedu-sedu.
Al-Imam Ibnu Katsir menyebutkan sebuah riwayat dalam kitab tafsirnya, bahwa Abu Bakar as-Shiddiq adalah orang yang lembut, belas kasih dan hatinya mudah tersentuh jika mengimami jamaah shalat. Bisa dipastikan khalifah Rasulullah ini menangis bila ia berdiri menjadi imam. Begitu pula Umar bin Khatthab. Bahkan shahabat yang bergelar al-Faruq ini pernah sakit beberapa waktu lamanya karena firman Allah, “Sesungguhnya adzab Rabbmu pasti terjadi, tak seorang pun yang dapat menolaknya” .

Kedua, Merenungkan Keagungan Allah ‘Azza waJalla
Banyak ayat dalam al-Qur’an begitu juga hadits-hadit Rasululah tentang keagungan Allah. Jika seorang muslim memperhatikan nas-nas tersebut, maka tentu hatinya akan bergetar dan jiwanya akan tunduk dan khusyu’ pada Dzat yang Maha Agung.

Ketika Nabi Musa meminta pada Allah agar ia bisa melihatNya. Ia berkata kepada Musa melalui firmanNya:“Kamu sekali-kali tidak akan bisa melihatku, tapi lihatlah gunung itu. Jika ia tetap di tempatnya maka kamu dapat melihatku. Tatkala Allah menampakkan dirinya pada gunung tersebut maka hancurlah gunung itu dan Musa pun jatuh pingsan.” (al-A’raf: 143)

Saat menafsirkan hadits ini Rasulullah bersabda, sambil memberi isyarat dengan tangan beliau dan berkata, “Seperti ini” sambil meletakkan ujung ibu jarinya pada sendi jari kelingkingnya yang atas lalu beliau berkata, “lalu gunung itu pun tenggelam”. Maksudnya, gunung itu tidak tampak lagi kecuali seukuran yang diisyaratkan oleh beliau.

Nash-nash tentang masalah ini sangat banyak. Tujuannya membangkitkan perasaaan agung akan kekuasaan Allah dan dengan itu hati menjadi lembut. Jika hati lembut maka ia mudah menerima hidayah dari Allah. Dengan itu pula ia peka dengan berbagaio kemungkaran yang terjadi di sekitarnya. Dengan begitu ia bersemangat melakukan ketaatan dan sedih dengan berbagai penyimpangan-penyimpangan.

Ketiga, Mencari ilmu Syar’i
Ilmu syar’i yang kita inginkan di sini adalah ilmu yang membangkitkan rasa takut pada Allah dan menambah bobot iman sebagaimana firman Allah:“Sesungguhnya yang takut pada Allah di antara hamba-hambaNya hanyalah orang-orang yang berilmu” (Qs. Faathir: 28).

Dalam kaitannya dengan iman ini, orang yang mengetahui tidak bisa disamakan dengan orang yang tidak mengetahui. Bagaimana mungkin orang yang mengetahui perkara-perkara syari’at, makna syahadat disamakan dengan orang-orang yang tidak mengetahuinya? Bagaimana mungkin menyamakan orang yang mengetahui kejadian sesudah mati, alam barzakh, padang mahsyar, siksa neraka, nikmat surga, hikmah di balik syari’at, hal-hal yang halal dan haram, dipersamakan dengan orang-orang yang tidak mengetahui semua itu? “Samakah orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (Qs.az-Zumar: 9).

Dengan demikian jelas ilmu syar’i di antara hal yang dapat menambah dan menguatkan iman. Betapa tidak dengan inilah  seorang Muslim diantar mengenal Allah dengan sebenar-benar pengenalan. Dari sinilah lahir rasa takut, harap dan cinta pada Allah.

Keempat, Menggiatkan Berbagai Bentuk Ibadah.
Di antara rahmat Allah pada kita semua adalah Dia mensyari’atkan pada kita berbagai macam ibadah. Di antaranya ada ibadah fisik seperti shalat, ada ibadah lisan seperti dzikir dan do’a, ada ibadah hati seperti tawakkal, redha, khauf, dan raja’ bahkan ada ibadah yang memadukan ketiga-tiganya seperti ibadah haji.
Ditinjau dari sifatnya ada ibadah yang wajib, sunnah dan anjuran. Yang wajib pun dibagi lagi dalam beberapa jenis; wajib kifayah dan wajib ’aini . Begitupun yang sunnah. Shalat misalnya, ada yang rawatib sebanyak dua belas rakaat sebelum dan sesudah shalat fardhu. Ada yang lebih sedikit bobotnya seperti empat rakaat sebelum Ashar dan dua rakaat sebelum shubuh. Ada juga shalat yang lebih tinggi bobotnya dari itu yaitu shalat lail. Dari ragam pelaksanaannya, ada yang dikerjakan dengan dua-dua rakaat atau empat-empat rakaat setelah itu ditutup dengan witir; satu, tiga, lima, tujuh, atau sembilan rakaat dengan satu tasyahud.

Dengan begitu, setiap orang bisa melihat kondisinya. Jika kondisi iman lagi fit maka ia bisa mengerjakan banyak macam ibadah beserta berbagai ragam pelaksanaannya. Jika ia merasa dirinya lagi futur (letih dan tidak semangat) maka ia bisa memilih jenis ibadah yang ringan. Ini semua ada hikmah Allah di balik semua itu agar kita senantiasa dalam kondisi ibadah dan ibadah itu sesederhana bagaimana pun pasti akan memberi pengaruh pada iman.

Kelima, Banyak Mengingat Mati.
Kematian adalah pintu perpindahan alam yang pasti dilalui oleh setiap manusia. Setiap kita tidak ada yang tahu bagaimana kelanjutan nasibnya di alam yang baru itu. Di sana ada huru hara, ada fitnah, ada pertanyaan yang dihadapkan kepada setiap kita. Itulah sebabnya Rasulullah bersabda, ”Perbanyaklah mengingat penghalau kelezatan, yaitu kematian”.(HSR. Tirmidzi)

Mengingat mati bisa mendorong seseorang menghindari berbagai kedurhakaan. Tidaklah seseorang mengingat mati melainkan akan membuat hatinya semakin lapang. Begitu pula dengan mengingat mati hati seseorang akan menjadi lembut. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam menganjurkan kita untuk berziarah kuburan setelah sebelumnya beliau melarangnya. Beliau bersabada, ”Dulu saya melarang kalian ziarah kuburan, adapun sekarang ziarahilah karena itu bisa melembutkan hati, membuat mata menangis, mengingatkan akhirat... ”(HR. Hakim).

Dalam ziarah kubur, seorang muslim hendaknya menghadirkan kesadaran, mengambil pejajaran dari orang yang telah terbujur kaku dalam liang lahad itu. Hendaknya ia mengamati keadaan si mayit yang telah meninggalkan teman-teman sejawatnya, keluarganya tercinta, harta benda yang ditumpuknya. Saat ini teman sejawat dan kelaurga tercinta tak satu pun yang dapat menolongnya. Harta yang banyak tidak berguna lagi, bahkan mungkin menjadi rebutan ahli waris. Tidak ada yang bisa menyelamatkan simayit kecuali dirinya sendiri.

Begitulah seterusnya, semua perenungan itu akan membawa seorang muslim pada tiga faidah; penyegaran taubat, kelembutan hati, dan semangat menjalankan ibadah.sedangkan mereka yang melupakan kematian ia akan menunda-nunda taubat, tidak pernah puas dengan dunia, dan malas ibadah.

Keenam, Bergaul dengan sesama orang beriman
Berhati-hatilah memilih teman karena ia bisa merusak iman kita. Sesungguhnya teman yang baik ialah teman yang mendekatkan diri kita dengan Allah. Alangkah indahnya hidup ini jika diri kita dikelilingi oleh teman yang sangat mencintai Allah. Di saat kita jatuh, dialah menarik kita untuk kembali mencari cinta Allah!
Allah menyatakan dalam Al Qur'an bahwa salah satu sebab utama yang membantu menguatkan iman para shahabat Nabi adalah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka.
Allah Ta’ala berfirman,
"Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nyapun berada ditengah-tengah kalian? Dan barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (QS. Ali 'Imran: 101).
Allah juga memerintahkan agar selalu bersama dengan orang-orang yang baik. Allah Ta’ala berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur)." (QS. At Taubah: 119).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.
 “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa.)

Ketujuh, Menjauhi Hal-hal yang Dapat Melemahkan Iman
Untuk menjaga iman, selain melakukan hal-hal yang dapat menguatkan juga harus dijaga agar terhindar dari hal-hal yang dapat melemahkan, yakni ;
1. Menjauh Dari Suasana Keislaman dalam waktu yang lama
2. Enggan Mempelaajari Ilmu syar’i
3. Betah dengan lingkungan yang banyak maksiatnya.
4. Tenggelam dengan kesibukan duniawi sehingga hatinya jadi mati.
5. Berangan-angan yang serba muluk-muluk.
6. Berlebih-lebihan dalam makan, bicara, tidur, dan istirahat
7. Sibuk Mengurus Istri, harta, dan anak-anak

Kedelapan, Berdoa Agar Selalu Dikuatkan Iman dan Istiqamah
Nah ini nih yang takkala pentingnya, setelah usaha yang kita lakukan agar menjaga iman kita tetap stabil, saatnya melengkapi usaha kita dengan doa, agar senantiasa diberi kekuatan oleh Allah untuk bisa menjaga iman. Mohonlah selalu istiqomah kepada Allah subhanahu wata'ala dengan sungguh-sungguh karena hati manusia berada diantara 2 jemari Allah subhanahu wata'ala, Allah subhanahu wata'ala dapat membolak-balikan hati kita kapan saja, kita tidak tahu apakah di akhir hayat kita, kita masih berada diatas agama islam ataukah sudah keluar dari islam? wallahu a'lam

Nabi Muhammad Sholawallhu 'alaihi wasslam mengajarkan doa, agar hati kita tetap istiqomah di jalan Allah subhanahu wata'ala, do'a nabi :
"yaa.., muqollibal qullub, tsabits qolbi 'ala dinnik"
artinya "wahai zat yang membolak-balikan hati tetapkanlah hatiku diatas agamaMU"
(HR. Ahmad,HR At tirmidzi,HR Al Hakim, sanadnya hasan shahih, kata ummu salamah (istri nabi yang kedua) ini do'a yang paling sering dibaca)

Sebenarnya masih banyak lagi sarana yang dapat menjaga iman kita agar tetap stabil, tapi hal-hal yang telah disebutkan di atas sudah mewakili hal-hal yang urgen untuk segera dilakukan bahkan dijadikan agenda harian kita semua. Walaupun mungkin awalnya sulit tapi bukan berarti tidak bisa ya sobat.. kudu semangat yak!
So.. Jaim? Harus itu!

Referensi : dari berbagai sumber